Nama Djoko Iman Santoso memang tak begitu familiar di telinga. Namun bila kita sebut sebagai Iman Monochrome, para pemain dan penggila custom motor besar (baca: Harley-Davidson) pasti sangat aware dengan nama ini.
Ya, pria kelahiran Surabaya 18 Juli 1968 yang mengenyam pendidikan bisnis di Edwards College, Perth Australia serta Graphic Design, Interstudi Jakarta ini memang dikenal sebagai orang nomor satu di Monochrome Cycle. Sebuah bengkel modifikasi motor besar yang dulu sempat bermarkas di Kelapa Gading dan Kawasan SCBD Sudirman.
Well, pasang surut bisnis membuat anak tunggal ini harus mencari alternatif usaha lain. Dan sebelum kita mengetahui apa yang sedang digelutinya saat ini. Mari kita ungkap apa kegiatan pria enerjik dan periang ini dalam sebuah bincang santai di halaman rumahnya di kawasan Kayu Putih, Jakarta Timur.
Siapa yang menularkan hobi otomotif di diri Anda?
Hahaha.. sejak duduk di bangku sekolah dasar, saya paling senang memperhatikan paman saya utak atik sepeda motornya. Dari situ saya mulai belajar mengendarai motor dan kecintaan pda dunia otomotif terutama roda dua makin mendalam.
Apa sepeda motor pertama Anda?
Sebenarnya motor pertama saya bukan motor asli milik saya. Tapi motor milik ART yang tinggal di rumah orang tua saya waktu di Surabaya. Dulu Honda bebek Supercup C700 milik ART itu sering saya pakai jalan-jalan. Hingga akhirnya motor itu saya modifikasi di beberapa bagian.
Bila mendengar cerita banyak orang, Anda punya pengalaman di Grasstrack juga ya?
Hahahaa..ya betul sekali. Ketika pindah ke Jakarta, saya masih memanfaatkan motor milik ART orang tua saya untuk memuaskan hati dalam mengendarai sepeda motor. Namun karena dekat rumah saya sering diselenggarakan kejuaraan Grasstrack, yang memanfaatkan kawasan pacuan kuda Pulomas. Akhirnya tanpa sepengetahuan orang tua saya ikut beberapa kejuaraan itu.
Lho, bagaimana bisa Anda ikut lomba tanpa sepengetahuan orang tua?
Yang namanya orang tua pasti tak setuju bila anaknya ikut kegiatan yang berbahaya. Biasanya motor itu setiap Jum’at setelah pulang sekolah langsung saya modif di bengkel langganan . Dan kemudian hari Sabtu dan Minggu-nya saya ikut lomba Grasstrack. Dan lucunya, setiap Minggu malam setelah event, motor itu saya kembalikan lagi ke kondisi standart. Hahahaa.. Hampir satu tahun orang tua saya tak tahu kelakuan saya saat itu.
Well, saat itu Anda sempat berfikir untuk terus serius di motorsport ?
Pasca Grasstrack saya juga sempat naik tingkat ke Motocross. Namun saat itu di pikiran saya hanya sekadar hobi. Dan seiring berjalannya waktu saya juga harus terus menjalani pedidikan ke luar negeri hingga akhirnya tahun 1993 saya harus tinggalkan olah raga ekstrim itu lantaran saya menikah.
Lalu bagaimana kisah berdirinya Monochrome Cycle?
Semua berawal dari tahun 1994, ketika saya dengan keringat sendiri saya bisa membeli sebuah Harley Sportster 883. Saat itu saya mulai gatal untuk memodifikasi motor tersebut agar lebih gaya. Namun siapa sangka, setelah motor itu selesai dimodifikasi, ternyata dalam hitungan bulan sudah banyak kerabat yang naksir dan ingin membeli motor saya. Hal ini terus berulang beberapa kali, hingga saya merasa menemukan keasyikan untuk membangun motor untuk dijual kembali.
Ooh, bisa ditebak kelanjutan ceritanya. Lalu bagaimana?
Ya, keasyikan ini terus berlanjut hingga beberapa motor. Saat itu saya berfikir, kenapa enggak bikin toko dan bengkel saja sekalian? Yes, akhirnya dengan support kerabat, keluarga dan partner bisnis, awal Januari 1999 saya mulai menjalankan bisnis Monochrome Cycle dengan gerai pertama di Kelapa Gading dan mulai berlanjut ke cabang SCBD, Sudirman.
Bagaimana awal berjalannya binis Monochrome Cycle?
Mengawali bisnis customizing kala itu memang banyak kendala besar. Siapa itu Iman dan apa itu Monochrome memang perlu diekspose lebih dalam dan kita harus menanamkan image baik. Prosesnya cukup berat, hingga akhirnya sekitar tahun 2001-2002 nama Monochrome mulai dipercaya.
Bagaimana tipikal customer modifikasi motor saat itu?
Saat itu mereka kebanyakan datang tanpa ide sedikitpun. Hampir 80% dari mereka ikut saja apa masukan dari kami. Tapi kendala terbesarnya adalah mereka tak pernah memahami tentang prose’s. Tahunya mereka ingin cepat selesai saja, padahal 90% barang yang kami gunakan masih bergantung pada barang import yang bersifat made by order, alias tidak ready stock. Namun belakangan ini customer sudah banyak yang mengerti modifikasi perlu waktu dan dituntut kesabaran.
Apa suka duka menjalankan bisnis modifikasi ini?
Seperti tadi saya sebutkan, bahwa mereka tak punya ide. Dan maunya cara tercepat dan paling gampang. Di lain sisi, kami tak mau menciptakan motor yang saya gayanya dari karya sebelumnya. dan kami juga tak mau meng-copy karya luar. Buat saya secara pribadi masing-masing motor harus memiliki ciri khas yang kuat.
Seperti apa ciri khas motor-motor karya Monochrome Cycle?
Beruntung bagi saya, kebanyakan customer saya adalah orang yang sepaham dengan saya. Ya, mereka kebanyakan pecinta performa a.k.a senang motor kencang. Jadi ciri khas kami adalah motor yang dijejali performance parts, mesin yang diupgrade dan tentu saja secara estetika dan safety tetap dikedepankan. Serta endingnya harus fun to ride.
Apakah customer di tanah air masih kuat “kalkulator” nya?
Soal budget, angka memodifikasi motor sebenarnya cukup luas. Kita bisa memodifikasi dengan budget yang limited dan pernah juga yang mencapai ratusan juta. Namun di Monochrome Cycle, kami memberlakukan prinsip yang sama antara besar atau kecilnya dana. Kami tak ingin konsentrasi di satu bagian saja. Walau dana minim, kami usahakan bisa kita spread ke semua parts. Sehingga dengan budget minim pun, motor itu punya karakter yang kuat dan jelas perubahannya.
Oh ya, kami ingat Monochrome juga pernah punya team Drag Bike ya?
Ya, tahun 2001 hingga 2005 kami memiliki tim Dji Sam Soe Super Premium Racing Team yang turun di kejuaraan Drag Race Harley-Davidson. Kami menjuarai setiap tahun dari seluruh seri. Memang cukup membanggakan bagi kami saat itu, Namun karena event itu tak berlanjut karena campaign Dji Sam Soe Super Premium berkahir. Ya team kami juga berakhir.
Lalu apa kegiatan Anda setelah itu?
Saya juga kerap menjadi event organizer beberapa acara motor besar. Seperti Jakarta Anniversary Bike Week 2006 Custom Bike Contest, lalu mengawal beberapa teman builder tanah air ke Malaysia yang tergabung dalam tim Indonesian Bike Builders Team (IBBT) dalam putaran Championship of Custom Bike Building by AMD (American Motorcycle Dealer) di ajang Asian International Motorcycle Expo 2007. Lalu Year End Bikers di Senayan akhir 2007. Setelah vakum beberapa lama dan konsentrasi di bengkel, akhirnya tahun 2011 saya mulai coba mengikuti one make race Harley-Davidson XR1200 dan Ducati One Make Race dimana saya berhasil menjadi Juara 1.
Adakah cita-cita Anda yang ingin Anda wujudkan dalam waktu dekat?
Banyak sekali keinginan saya. Saya ingin menciptakan sebuah bengkel dengan fasilitas terbaik seperti referensi di luar negeri. Saya juga ingin menciptakan manufaktur produk local baik itu berupa sepeda motor utuh maupun parts and accessories. Dengan arti kata, kita tidak mau ketergantungan pada produk luar. Saya juga melihat perkembangan dunia modifikasi sepeda motor sudah menggila, tapi wadah dan event-event yang berhubungan dengan itu masih minim di sini. Saya ingin menciptakan event berskala internasional.
Apakah Anda memiliki faslafah hidup?
Bagi saya, lakukan semua hal yang terbaik. Dan hindari kepahitan.