Kami berkesempatan merasakan langsung sebuah MPV terbaru dari Hyundai yang ramai diperbincangkan, Stargazer. PT Hyundai Motors Indonesia (HMID) tentunya sangat antusias menyambut kelahiran ‘anak’ keduanya di Indonesia, terlihat dari sangat banyaknya paparan pemasaran soal Hyundai Stargazer di berbagai metode.
Seperti halnya Hyundai Creta yang menjadi ‘anak’ pertama Hyundai di Indonesia, Stargazer sebagai ‘anak’ kedua juga dilandasi oleh pemikiran yang sama. Hyundai ingin membuat mobil yang sesuai dengan kebutuhan penggunanya, kondisi jalan dan lalu lintas kota besar di Indonesia serta berdaya tahan tinggi di iklim tropis Tanah Air.
Langkahnya tepat, waktunya pun tepat juga. Hyundai yang pada akhirnya memutuskan untuk masuk ke segmen low MPV, memiliki masa riset yang mudah. Pabrikan lain yang telah melakukan riset panjang terlebih dahulu terhadap produk low MPVnya, dengan kata lain, segala kekurangan yang ada di low MPV yang muncul terlebih dahulu terkoreksi oleh hadirnya Stargazer.
Semisal keluhan ayunan yang berlebih saat dijalan tidak rata, atau ada pula rebound yang kasar saat melibas jalanan kasar, jadi tolak ukur para desainer Stargazer dalam merancang kaki-kaki produknya. Hasilnya, rasa berkendara dari Stargazer seolah menjawab keluhan dari para konsumen mobil keluarga ringan selama ini.
Hyundai Stargazer memiliki redaman suspensi yang lembut, namun tidak rigid saat rebound atau ayunan mencapai titik baliknya. Penumpang di dalam kabin tidak merasakan efek ‘jeduk’ saat kami mengujinya di jalanan bergelombang. Memang masih ada sedikit rasa getaran di bodi saat melibasnya, namun masih dapat ditolerir dengan redaman suspensi dan joknya. Ini adalah modal utama bagi para pabrikan pemain low MPV, di mana kenyamanan pengendara dan penumpang adalah segalanya.
Soal stabilitas juga terjaga baik berkat racikan suspensi dari Stargazer. Di area lintasan pengujian pabrik Hyundai di Cikarang, terdapat sebuah tikungan tumpul 180 derajat di mana lokasi tersebut merupakan titik pengujian kestabilan mobil buatan Hyundai. Melibasnya dengan kecepatan 40 km/jam dengan kondisi kabin berisi empat orang, Stargazer juara dalam menjaga control mobil tetap di arah yang pengemudi mau. Tidak ada efek understeer, maupun oversteer juga meski ada sedikit body roll di kecepatan tersebut. Namun itu hal yang lumrah, ini low MPV, bukan sedan.
Hyundai Stargazer menggunakan mesin dan transmisi yang sama dengan Creta, yakni bensin 1.5 liter dengan transmisi IVT. Transmisi IVT merupakan kependekan dari Intelligent Variable Transmission. IVT ini merupakan transmisi sabuk baja yang serupa dengan CVT namun punya Shift Control Strategy yang dapat menyesuaikan tingkat kecepatan dengan putaran mesin. Ada rasa seperti perpindahan transmisi otomatik konvensional, namun sebenarnya tidak, itu adalah Shift Control Strategy yang bekerja menyelaraskan putaran mesin dengan kecepatan.
Sayangnya meski menggunakan transmisi yang cukup canggih, halus dan penyelarasan putaran yang cepat, namun tenaga mesin dari Hyundai Stargazer tidak fenomenal. Respon putaran mesin dan kecepatan terhadap sensor pedal gas tidak begitu akurat alias akselerasinya lambat. Kendati demikian, torsi yang diberikan dari mesin 1.5 liter ini cukup mumpuni saat dibutuhkan di tanjakan dengan kabin terisi empat orang atau sekadar stop and go.
Sekali lagi, ini memang mobil keluarga yang tidak butuh power mesin besar. Sebuah mobil keluarga bagi kami lebih membutuhkan torsi yang mumpuni bila kabin terisi penuh serta akselerasi yang gradual dengan puncak torsi di rpm yang rendah agar efisien dalam penggunaan bahan bakar. Hal ini ada di Stargazer.
Kelapangan kabin juga menjadi sebuah pertimbangan saat membeli mobil keluarga. Dikelasnya, Hyundai Stargazer satu-satunya low MPV yang menawarkan opsi jok baris tengah captain seat. Meskipun konsumen harus menambah sejumlah Rp 1 juta untuk mendapatkan fitur ini. Tapi ini adalah jawaban bagi pengguna mobil dengan jumlah anggota keluarga yang tidak banyak, namun perlu keleluasaan dan privasi kenyamanan dalam duduk.
Material jok depan dan tengah pun cukup tebal, sehingga dapat memberikan ekstra kenyamanan saat mobil dalam kondisi terguncang. Jok sopir memiliki fitur penyetelan ketinggian manual yang dapat diturunkan maksimal agar kaki pengemudi dapat membentuk sudut yang landau. Sangat berguna bagi pengemudi dengan tinggi tubuh di atas rata-rata agar tidak lekas pegal. Sementara jok penumpang depan di sisi kiri hanya dapat disetel maju dan mundur saja.
Sayangnya tidak ada fitur pengaturan tinggi sabuk pengaman. Jadi bagi pengemudi dan penumpang dengan tinggi tubuh di bawah rata-rata orang Indonesia, harus terbiasa dengan sabuk pengaman yang menempel di leher, bukan di bahu. Memang tidak diharapkan, namun harus waspada saat mobil melakukan pengereman mendadak atau insiden, leher berpotensi mendapat gesekan yang kuat dengan sabuk pengaman tersebut.
Kami menjajal Hyundai Stargazer dengan varian Prime yang memiliki jok captain seat di tengah. Busanya tidak terlalu tipis, namun juga tidak tebal maksimal. Kami menilai ketebalan busa yang dimiliki oleh jok captain seat Stargazer cukup. Cukup memberikan kenyamanan bagi yang duduk, serta cukup adil memberikan keleluasaan ruang kaki bagi penumpang di baris dua dan di belakangnya, baris tiga. Metode pelipatannya pun cukup mudah, hanya sekali tarikan maka jok captain seat tersebut langsung terlipat ke depan.
Di baris ketiga, meski joknya cukup tipis, tetapi masih layak diduduki oleh penumpang dewasa sekalipun saat melakukan perjalan jauh. Dengan catatan, tinggi tubuhnya tidak lebih dari 165 cm.
Hyundai Stargazer hadir merangkum segala kebutuhan pengguna mobil low MPV yang ada di Indonesia. Proses riset yang dilakukan oleh para tim desainer dari Hyundai pun mencakup kondisi iklim, kondisi jalan serta kebiasaan para pengguna kendaraan di segmen ini. Tambah lagi, Hyundai mampu memberikan apa yang luput dari pesaingnya saat ini.
Mobil ini memiliki rasa di atas rata-rata low MPV tanah air dengan harga jual yang kompetitif. Secara dimensi, kenyamanan, kelayakan serta fitur yang disematkan, Hyundai Stargazer lebih unggul. Namun sebagai pemain baru, daya tahan dan kemudahan perawatan masih jadi pertanyaan besar konsumen low MPV tanah air yang memiliki banyak pertimbangan dalam memutuskan kendaraan low MPV merek apa yang akan dibawa ke garasi rumahnya.