Kekecewaan itu datang begitu tahu bahwa kami hanya bisa duduk di kursi penumpang. Padahal, siapa yang tak penasaran untuk coba menaiki bukit terjal dengan kemiringan hingga 47 derajat menggunakan mobil-mobil 4WD terkini?

Yah, sudahlah, kami terpaksa pasrah. Lagi pula, dengan puncak tertingginya yang mencapai tujuh meter dan sempitnya lintasan untuk dilalui, bikin kami sadar sangat bahaya untuk menyetir sendiri.

4x4-challenge-GIIAS-2015

Driver Iwan dari Indonesia Off-road Federation (IOF) menyerahkan helm tiga perempat pada kami. “Ini, Mas. Pakai helm biar aman,” katanya. Hawa panas di area loading hall 2 arena GIIAS 2015, lokasi wahana ini digelar berubah menjadi sejuk begitu pintu Mitsubishi Pajero Sport Dakar 4×4 yang saya tumpangi ditutup.

Hawa sejuk yang malah cenderung berlebih itu pun mulai menyebabkan kegelisahan. Karena tanpa kami sadar, kenyamanan yang tersuguh dalam kabin justru membuat adrenalin makin menggebu. Tak ada fokus lain selain tanjakan curam di depan mata.

4x4-challenge-GIIAS-2015

“Ok, clear to start,” suara itu terdengar dari radio komunikasi di dalam mobil. “Siapa yang bicara itu?” tanya kami pada driver Iwan. Ternyata, petugas di sekeliling arena yang sedaritadi kami sangka hanya bersantai, punya peran penting.

Merekalah yang bertugas mengarahkan driver saat menaiki dan turun dari tanjakan. “Lebih ke kanan, terus, terus, cukup! Sekarang lurus!” suara itu terdengar begitu lantang. “Wah, kalau nggak ada mereka, ya, bahaya. Soalnya dari sini nggak kelihatan apa-apa,” kata Iwan sambil menyondongkan badannya ke depan, mencari-cari sisa lintasan.

4x4-challenge-GIIAS-2015

Perlahan namun pasti, tarikan gravitasi makin terasa begitu mobil mulai menanjak. Cukup bikin kecut nyali. Apalagi, ada indikasi mesin mobil menderu kencang. Menandakan tingginya putaran mesin untuk bisa membawa mobil seberat lebih dari 2.000 kg ini sampai puncak.

Akhirnya, berkat kombinasi pengalaman driver dan spek kendaraan yang mumpuni, mobil ini bisa memuncaki tanjakan tersebut. “Berhenti sebentar, Mas,” ucap kami pada driver Iwan. Secepat mungkin kami mengabadikan panorama yang terpampang.

Sensasi yang tak kalah unik juga dirasa begitu mobil menuruni tanjakan. Tubuh ini terasa hendak jatuh ke depan. Namun, seat belt yang melintang berusaha menantang. Entah iseng atau emang suatu keharusan, driver Iwan menuruni tanjakan dengan sangat perlahan. Membuat kami benar-benar merasa seperti bergelantungan. Lagi-lagi, kami cuma bisa pasrah.