Chief Operating Officer PT Garansindo Inter Global kelahiran Jakarta 8 April 1967 ini memang sudah kenyang dengan asam garam dunia otomotif. Latar belakang masa kecil serta ketekunannya mengantarkan pada hasil yang tak mudah diraih banyak orang. Tanggung jawab meniagakan brand-brand kendaraan hi-tech dan lifestyle kini ada di genggamannya. Lalu bagaimana kiatnya?
Bagaimana latar belakang kehidupan masa kecil Anda?
Dulu ada sebuah perumahan yang namanya Kompleks Olahraga Senayan, yang lahannya sekarang menjadi Plaza Senayan. Ya di situlah rumah saya. Ayah saya seorang dosen sederhana yang bekerja di Depdikbud. Saya adalah bungsu dari tujuh bersaudara yang dibesarkan dalam kondisi ekonomi yang pas-pasan. Hingga suatu hari Ibu saya didatangi sepasang suami istri orang Rusia, yang bekerja sebagai arsitek dari proyek Gelora Senayan. Pasangan yang belum dikaruniai anak ini sengaja datang ke Ibu saya untuk mengadopsi saya yang baru saja dilahirkan. Ceritanya menjadi unik ketika mereka ingin menukar saya dengan sebuah sedan Mercedes-Benz saat itu.
Kisah yang unik dan mengharukan. Lalu seperti apa kelanjutannya?
Bisa ditebak lah, ibu saya tentu tak rela melepaskan saya. Tapi dari kejadian inilah, subconsciously saya merasa punya bonding yang kuat terhadap mobil, khususnya Mercedes-Benz.
Bagaimana Anda bisa mengenyam pendidikan dalam kondisi ekonomi seperti itu?
Kejujuran dan ketekunan membuat karir ayah saya waktu itu cukup cemerlang. Ia dipercaya untuk menjadi diplomat untuk bekerja sebagai atase pendidikan di Amerika dan sempat juga di Jerman. Ya, saya ikut diboyong ke negara-negara di mana ayah saya ditugaskan.
So, apa educational background Anda?
Saya lulusan S1 Ekonomi Universitas Trisakti. Lalu berlanjut ke University of California, Berkeley untuk belajar ekonomi dan bisnis.
Bagaimana jenjang karir Anda?
Sejak lulus kuliah, di Amerika saya sempat bekerja di perusahaan makanan siap saji bernama Bullet. Saya di situ mengurus bidang logistik. Dan suatu saat tahun 1998, saya mendapat kabar dari Mercedes-Benz Indonesia untuk menggarap project logistik dan spare parts. Rencana awal, saya dikontrak untuk menjalankan project itu selama enam bulan. Tugas utamanya untuk meningkatkan dan memperluas parts opertation.
Berarti kantor Anda saat itu di Ciputat?
Ya, di Training Center and Central Part Operation Office PT Mercedes-Benz Indonesia. Di situ saya ditugaskan untuk memodernisasi semua sistem manajemen logistik. Atasan saya saat itu adalah orang Austria. Beliau (almarhum) merasa cocok bekerja dengan saya lantaran background saya adalah bisnis proses dan engineering.
Oh ya, di atas Anda mengatakan ‘rencana awal’, apa maksudnya?
Ya, baru beberapa bulan berkerja di situ saya langsung ditawarkan untuk menjadi staf permanen. Baru tiga bulan menjadi staf, saya langsung dinaikan menjadi Asisten Manajer sebagai bawahan langsung orang Austria itu. Dan dalam waktu kurang dari setahun, saya diposisikan menjadi Senior Manager untuk menggantikan atasan saya yang harus mundur dan balik ke negaranya lantaran sakit. Jabatan saya akhirnya menjadi Central Parts Operation & After-Sales Marketing Manager di era pak Friedel Engisch sebagai CEO kami.
Bagaimana sepak terjang Anda di sana?
Departemen itu saya rombak. Banyak posisi yang kami ganti dengan orang-orang muda, memiliki skill dan berpendidikan tinggi. Hampir 90% karyawan diganti dengan orang baru. Dan sebagai orang baru dan tak memiliki background otomotif, saya memang banyak menghadapi tantangan. Istilahnya saya seperti orang buta yang menggandeng orang buta. Hahahaa.. Nah, saat itu tahun 1998, kami menciptakan sebuah program Integrated Service Package (ISP) yang masih berjalan hingga saat ini.
Apa prestasi yang membanggakan bagi Anda bekerja di sana?
Tiba saatnya di tahun 2006. Datanglah Rudi Borgenheimer yang menjabat sebagai CEO baru. Ia memanggil saya untuk berbincang perihal kondisi Mercedes-Benz Indonesia saat itu. Dari hasil ngobrol itulah, beliau merasa saya cocok untuk menempati posisi Deputy Director Business Development & Network Management. Sebab saat itu di kondisi jualan sedang merugi, urgensinya adalah bagaimana mebuat strategi pembenahan dealership dan stok unit yang banyak bermasalah. Dengan langkah-langkah jitu, akhirnya kami bisa menyalip dominasi BMW yang kala itu berpesta dengan larisnya Seri 3. Di situlah salah satu moment yang menjadi kebanggaan saya.
Kapan Anda bergabung dengan Garansindo?
Tahun 2012 saya mengambil pensiun dini dari Mercedes-Benz Indonesia. Saat itu saya memang sudah berencana ingin menjalankan usaha sendiri. Namun di tahun 2013 saya merasa tertantang untuk bergabung dengan Garansindo.
Apa yang membuat Anda tertarik dengan Garansindo?
Perusahaan ini memang berawal dari penyedia garansi untuk mobil-mobil built-up dari para importir umum. Garansindo berkibar karena company yang menawarkan sesuatu yang gak ditawarkan orang lain. Hingga ketika tahun 2009 mendapatkan hak jual brand Chrysler-Jeep di tahun 2009-2010. Garansindo menjadi penjaja brand otomotif kelas premium yang pertumbuhannya sangat pesat. Dari tahun 2010 hingga 2013 Garansindo sangat meroket dalam penjualan. Ini adalah automotive company yang diisi oleh orang-orang yang bekerja with passion and soul. Apa yang kami niagakan juga bukan hanya sekadar moda transportasi. Namun produk dari brand yang juga memiliki unsur passionate and soul yang mendalam dan dapat merepresentasikan lifestyle. Ya, saya rasa inilah perusahaan yang bisa klop dengan passion saya.
Anda pernah bekerja di Mercedes-Benz Indonesia. Apa perbedaan yang paling terasa dengan Garansindo?
Dulu saya bekerja di korporasi besar yang terstruktur, rigid dan hampir tak ada fleksibilty. Sekarang saya bekerja dengan orang yang passionate dan rileks. Di sini tak ada dresscode yang resmi, semua nampak casual. Secara company, garansido kini menempati posisi ketiga di segmat premium. Jadi pengalaman meng-handle brand premium di perusahaan lama masih bisa diimplementasikan di sini. Prestasi ini memang bukan sekadar numbers. Namun the people behind it.
Bagaimana tipikal konsumen kendaraan di tanah air?
Selalu berkaitan dengan harga dan masih banyak yang mengacu pada basic transportation needs. Fungsi dasar dari sebuah kendaraan dan psikologi nilai jual kembali masih sangat dominan. Tapi kalau Anda lihat 10 tahun terakhir ini, sudah mulai ada gelaja di mana konsumen mulai terikat oleh brand kendaraan. Dan mereka juga mulai menjadikan kendaraan mereka sebagai bagian dari gaya hidup. Mengapa demikian? Sebab waktu keseharian mereka banyak dihabiskan di atas kendaraan. 77% dari 1,2 juta penjualan kendaraan tiap tahun memang masih diisi oleh tipikal yang pertama. Tapi saat ini sudah banyak hal-hal yang tak relevan lagi. Buktinya Jeep memiliki resale value yang sangat kuat. Coba Anda cek harga pasaran bekasnya.
Apa kondisi yang menjadi tantangan dalam menjalankan bisnis otomotif di Indonesia?
Regulasi pemerintah. Idealnya harus bersifat progresif dan mengikuti jaman. Bila PPnBM masih berdasarkan kapasitas mesin (cc) rasanya sudah tak make sense. Regulasi mustinya beriringan dengan perkembangan teknologi. Kami pelaku otomotif ingin memasukkan produk terbaik buat konsumen, negara dan lingkungan. Namun belum ada insentif (penghargaan atau dukungan)untuk itu. Di negara ASEAN saja sudah ada yang mengarah ke sana. Teknologi mobil dan sepeda motor di sini masih banyak yang lawas. Utamanya sepeda motor. Faktor harga masih menjadi prioritas, safety, environment friendly dan lainnya masih tak dipikirkan. Kendaraan hybrid saja dan listrik justru harus didukung dan malah jangan dikondisikan menjadi mahal. Kalau regulasi mendukung, tentu merek-merek pemain lama dan pemain baru akan berbondong-bondong menawarkan produk kendaraan berteknologi tinggi. Tapi saya optimis kedepannya akan terwujud.
Bagaimana strategi Garansindo dalam menjalankan bisnis?
In general, Kami berkomitmen menawarkan produk-produk roda empat dan roda dua yang mampu meng-inject sesuatu terhadap kehidupan Anda. Sesuatu yang harus ada sentuhan emosional. Seperti Jeep, pembelinya adalah orang yang memiliki hubungan emosional atau sentimental dengan brand itu. Atau mereka berjiwa petualang hingga mereka yang ingin menunjukkan jatidiri kegagahan dan simbol kesuksesan. Begitupun FIAT yang juga menjadi produk yang memiliki sifat emotionally involving. Dan hal terpenting adalah bagaimana kita memiliki untaian strategi serta campaign yang jitu untuk memposisikan brand image yang kita jual. Dan kami selalu ingin menjadi pionir serta ingin selalu berbeda. Ya, berbeda namun bermanfaat. Apa yang kita tawarkan selalu top notch. Aftersales terbaik, All Inclusive Warranty.
Apa saja produk Garansindo saat ini?
Kita bermain di roda empat roda dan dua roda. Seperti yang sudah saya utarakan sebelumnya, dari sisi produk kita kita menawarkan karakter yang sangat kuat. seperti Chrysler, Jeep, Dodge, FIAT dan Alfa Romeo. Namun diversity inilah yang bisa membuat kami penetrasi ke segala tipe konsumen. Semua yang kami tawarkan punya heritage dan tidak sekadar alat transportasi. Lalu ada sepeda motor elektrik ZERO. Yang menawarkan teknologi tinggi ramah lingkungan. Tapi tak meninggalkan sensasi berkendara motor besar. Di market tak ada yang menawarkan sensasi ini.
Rencana Garansindo ke depan?
Kami masih tergolong mid-class company alias belum besar. Masih banyak merek dan produk akan kami masukkan lagi. Pada suatu titik kami juga ingin membuka perakitan lokal. Kami ingin ada kontribusi dalam berinvestasi di Indonesia Harapannya dua atau tiga tahun ke depan kita akan mulia melakukan proses manufacturing untuk roda dua dan empat.
Oh ya, kami jadi penasaran. Apa mobil atau motor apa yang pertamakali Anda beli?
Di luar kendaraan dinas ya? Haha.. Saya pertamakali membeli Opel Blazer waktu kerja di Ciputat. Waktu itu belum sanggup beli C-Class, hahaha. Kalau sepeda motor. Dulu jaman SMA di Bandung saya patungan dengan kakak beli Honda 70. Dulu saya ingat sekitar tahun 1981 kami beli motor berwarna merah itu dengan harga 50 ribu perak. Dari situ saya sempat lama tak naik motor lantaran trauma akibat kecelakaan yang membuat saya gegar otak. Padahal cuma tiga speed ya motor itu? haha.. Namun setelah itu saya sempat juga punya Kawasaki Vulcan.
Apakah Anda hobi olahraga?
Olahraga tak ada yang spesifik. Saya suka main sepeda gunung. Tapi karena kesibukan ya enggak ada waktunya lagi.Dulu setiap weekend juga suka main Golf jaman masih ada pak Rudi Borgenheimer. Tapi sekarang saya lebih banyak mengisi weekend dengan jalan-jalan dengan anak istri. Satu dari dua orang anak perempuan saya sudah mulai tumbuh remaja. Jadi saya punya tugas mengawal. Hahaha.
Punya hobi mengkoleksi sesuatu?
Hobi gonta-ganti mobil. Hahaha..kalau diikutin terus sih parah. Tapi belum ada yang spesifik mobil seperti apa yang saya sukai. Saya paling cinta pada Mercedes-Benz W202 C230T Station Wagon yang saya pakai hingga kilometernya tembus 200 ribu. Tapi karena kebanyakan mobil di garasi, akhirnya istri saya menyuruh untuk dijual. Hahaha.. Oh ya, saya hobi beli sepatu, sampai istri saya suka menggoda saya dengan kata-kata ”you and your shoes” haha. Memang, I’m crazy about shoes, setiap pergi ke luar negeri pasti beli sepatu.
Pertanyaan terakhir. Apakah Anda memiliki motto hidup?
Theres no such thing as easy money. Tak ada orang yang bisa kaya mendadak tanpa usaha. Kalau mau hidup yang layak, Anda harus kerja keras.