Bisa belajar banyak soal passion dari mantan pebalap Indonesia yang mashyur di era 60-an membuat akhir minggu kami menyenangkan. Kendati menjelaskan dengan terbata-bata akibat didera stroke, namun perbincangan seputar karir dan kehidupan seorang Tommy Manoch tetap berlangsung seru. Kami jadi mengerti filosofi ‘Ulah Adigung’ yang ditorehkan di tangki Honda CB72 miliknya, peraih gelar juara di GP Indonesia pertama yang digelar di Sirkuit Curug, 1963 silam yang berarti ‘jangan sombong’. Simak hasil wawancara TheGaspolCom bersama kelahiran Bandung 3 Maret 1947 ini.

Tommy-Manoch-GP-Indonesia-1963-a

Bisa diceritakan awal perkenalan Om Tommy dengan dunia balap?

Bermula dari balap sepeda saat saya berusia 8 tahun dan sempat beberapa kali meraih gelar juara. Setelah itu di umur 13 tahun saya mulai pindah ke balap motor.

Tommy-Manoch-action-9

Kalau menyimak foto-fotonya, Om Tommy sempat terjun di balap mobil. Bisa diceritakan?

Ya, di usia yang ke 18 saya mulai ikut balap mobil. Semua diawali oleh Hengky Iriawan yang merupakan kakak ipar saya yang pulang ke Indonesia dengan membawa sasis gokart. Setelah itu kiprah saya di balap mobil terus berlanjut hingga ke Macau. Di sana saya sempat membalap dengan menggunakan mobil Mini Cooper pinjaman milik pebalap asal Singapura.

Tommy-Manoch-action-10

Ok Om, kembali ke balap motor. Apa saja prestasi yang pernah Om Tommy raih?

Wah, kalau piala sih sudah banyak sekali. Saya sampai lupa. Tapi kalau yang paling membanggakan adalah menang di kelas 250cc Junior (21 km) dan 250cc Grand Prix (42 km) di Curug tahun 1963.

Tommy-Manoch-GP-Indonesia-1963-F

Bisa dikisahkan momen balap saat itu?

Sebenarnya sebelum berlangsungnya balap Grand Prix Indonesia, saya sempat terserang penyakit flu. Namun berkat perawatan tim Dokter dan tekad membaja, penyakit tersebut tidak saya rasakan. Untuk kelas Junior saya mampu mengatasi perlawanan Pang Hok Liong dan Tinton Soeprapto. Di kelas Grand Prix saya harus bertarung dengan pebalap-pebalap yang lebih senior seperti Saksono S.A, Tjung Siang Liang dan Victor S. Dan beruntung saya bisa kembali menang.

Tommy-Manoch-action

Diantara semua disiplin balap yang pernah Om Tommy ikuti, balapan apa yang dianggap paling berkesan?

Tentu saja balap motor. Soalnya saya sering juara. Hahahahaa.. Tapi tidak tahu kenapa, tapi ada sesuatu yang bisa bikin saya happy. Banyak momen-momen yang masih saya ingat hingga sekarang namun sulit diucapkan. Kendati sekarang saya sulit berbicara akibat sempat terserang stroke, namun saya yakin saya bisa kembali pulih dan berbicara lebih lantang soal balap motor. Sehingga bisa menginspirasi pebalap-pebalap motor generasi sekarang.

Tommy-Manoch-GP-Indonesia-1963-b

Apa arti sepeda motor untuk seorang Tommy Manoch?

Sangat berarti. Bahkan sampai saat ini saya masih bisa bawa motor. Saya sering diam-diam keluar dari rumah dan pergi naik motor. Karena jiwa saya memang ada di motor. Motor bisa bikin saya happy.

Tommy-Manoch-action-2

Motor-motor apa saja yang pernah Om Tommy gunakan di ajang balap?

Banyak ya. Saya sempat pakai BSA Goldstar saat dunia balap Indonesia didominasi oleh motor-motor Inggris. Namun sejak Mike Hailwood menjadi juara di beberapa ajang balap, hampir semua pebalap Indonesia berbondong-bondong menggunakan Honda CB72.

Tommy-Manoch-action-3

Masih ingat kisah Honda CB72 tersebut?

Tentu masih saya ingat. Papa saya membeli Honda CB72 tersebut di Indonesia yang banyak diimpor oleh beberapa institusi, bukan dealer. Setelah itu mekanik saya, Bibin dan Tony memesan langsung komponen kompetisi CYB dari Jepang. Sementara untuk cam dan beberapa komponen lainnya dibuat di Australia.

Tommy-Manoch-action-4

Wah, sepertinya karir Om Tommy didukung penuh oleh sang Ayah. Bisa diceritakan perannya dalam karir balap Om Tommy?

Papa sangat mendukung hobi saya. Mulai dari saat saya gemar sepeda, beliau sudah membelikan sepeda terbaik saat itu yang bisa saya pacu di berbagai ajang balap sepeda. Beliau sempat beli BMW R50, R60 dan R25. Namun yang boleh saya gunakan hanya BMW R50 dan R60. Sementara R25 jadi motor kesayangannya, yang hanya boleh dipakai oleh beliau saja.

Tommy-Manoch-GP-Indonesia-1963-e

Jadi memang Om Tommy sejak kecil sudah terbiasa dengan dunia otomotif?

Ya, tepat sekali. Awalnya saya malah tidak suka dengan sepeda motor, karena sudah gandrung dengan sepeda. Tapi Papa terus mendorong saya supaya saya mau belajar naik motor. Saya sempat berujar, “I love you Pap. But I don’t love you karena Papa beli motor.” Hahahaaa..

Tommy-Manoch-GP-Indonesia-1963

Lalu?

Ya dengan sangat terpaksa saya mau belajar motor menggunakan Honda 50cc. Lama kelamaan saya mulai bisa merasakan sensasinya naik motor dan menikmatinya hampir setiap saat hingga jatuh cinta sama sepeda motor. Setelah itu beliau mau membelikan saya mobil. Tapi saya bilang, “No Pap!” Saya sudah jatuh cinta, it’s in my blood.

Tommy-Manoch-action-8

Apa momen yang paling Om Tommy ingat soal Papa?

Ceritanya waktu itu saya mau turun di balap kelas 500cc di Singapura. Tapi karena tidak punya motornya, Papa saya menghubungi Jan Alex Jacobus Grasuis, pebalap Belanda yang tinggal di Indonesia. Grasuis merupakan salah satu orang yang saat itu punya Norton 500 selain kakaknya Abeng (Beng Siswanto). Papa saya bilang mau beli motor itu berapapun harganya. Tapi Grashuis tidak mau menjual motor tersebut. Dia bilang, “kalau anak kamu mau pakai, saya pinjamkan.” Mungkin karena bakat dan prestasi yang telah saya tunjukkan.

Tommy-Manoch-action-12

Ada kejadian unik yang Om Tommy ingat?

Terus terang saya kalau naik motor di jalan raya cukup sering jatuh. Tapi yang aneh, kalau di sirkuit malah tidak pernah jatuh sama sekali. Itu yang tidak akan pernah saya lupa. Saat di dalam sirkuit, konsentrasi saya meningkat 100%. Mungkin karena saya menjalaninya dengan happy. Jadi saya bisa mengontrol dan menjaga motor agar bisa jadi yang terbaik.

Tommy-Manoch-action-11

Balapan paling jauh di mana?

Kalau tidak salah saya waktu itu balapan mulai dari Malaysia hingga Macau bersama Benny Hidayat dan Beng Siswanto. Saya sempat menang di kelas 250cc pakai Kawasaki di tahun 68-an.

Tommy-Manoch-action-13

Permasalahan apa yang paling sering Om Tommy hadapi saat balap?

Permasalah saya justru bukan dari ketersediaan spare part atau dari motornya. Tapi dari perlakuan pebalap-pebalap lainnya. Saya ini dulu sering sekali di-bully oleh pebalap-pebalap yang lebih senior. Bahkan dulu tangki motor saya sempat diisi air saat akan balapan di Bandung. Hingga akhirnya motor saya rusak dan tidak bisa ikut balap. Itu alasannya kenapa di tangki motor saya ada tulisan ‘Ulah Adi Gung’ yang berarti ‘Jangan Pernah Sombong’.

Tommy-Manoch-GP-Indonesia-1963-h

Ada apresiasi apapun sebagai bentuk perhatian dari pemerintah atau induk organisasi olahraga bermotor di Indonesia?

Tidak ada. Tidak ada apresiasi dari mereka. Untungnya ada anak-anak muda yang masih mau memperhatikan pebalap-pebalap senior seperti saya.

Tommy-Manoch-action-14

Masih sering nonton balap?

Untuk balapan lokal terus terang tidak pernah. Mungkin karena lokasi balap yang cukup jauh dari tempat tinggal saya. Terakhir ke Sentul itu tahun 1997 saat gelaran GP500. Tapi kalau untuk balap MotoGP, hingga sekarang saya masih mengikuti. Hampir semua balapan saya tonton. Jika ada halangan, saya pasti merekam balapan yang tidak bisa saya tonton.

Tommy-Manoch-GP-Indonesia-1963-g

Siapa pebalap idola Anda?

Tentu saja Mike Hailwood. Sementara untuk pebalap sekarang adalah Valentino Rossi. Skillnya luar biasa.

Tommy-Manoch-GP-Indonesia-1963-i

Apa pesan Anda untuk pebalap-pebalap muda?

Jadilah pebalap yang baik. Saya beruntung punya banyak teman. Jadi selalu bekerjasama dengan pebalap lainnya. Jangan takut untuk mengaku kalah sambil mempelajari kelebihan pebalap lain. Berlaku sportif dan jangan pernah sombong.