Hari yang cerah di akhir pekan. Setelah satu minggu berjibaku dengan pekerjaan, saatnya sedikit menyenangkan pikiran dengan berjalan-jalan.

Destinasi yang dekat jadi pilihan kami. Ya mengingat ini masih suasana pandemi, bepergian jauh dengan kendaraan pribadi nampaknya akan merepotkan. Regulasinya berbelit-belit, memang demi keamanan dan kesehatan bersama, namun faktanya di lapangan justru berbeda, lebih banyak kesulitannya.

Sebuah Hyundai Santa Fe terbaru siap menemani perjalanan pendek kami. Sengaja kami memilih varian bermesin diesel, karena umumnya sebuah SUV tujuh penumpang yang laris di tanah air ya penenggak solar memang.

Lantaran harus mengantar seorang kolega ke bandara, maka kami harus membelokkan roda kemudi terlebih dahulu ke Soekarno-Hatta International Airport, baru kami mengarah ke destinasi sesungguhnya di Bogor. Menu perjalanan kali ini memang di dominasi oleh jalan bebas hambatan.

Dari kediaman, kami secepatnya mengarah ke Tol Dalam Kota Semanggi, setiap perpindahan jalur yang kami ambil, betul-betul kami nikmati. Pasalnya, saat lampu sein berkedip, maka meter panel cluster sontak berubah menjadi sebuah kamera untuk memantau kendaraan dari belakang.

Kami sangat menyukainya, saat lampu sein kanan menyala, maka cluster rpm akan menampilkan visual sisi kanan belakang. Sebaliknya jika lampu sein kiri menyala, meter cluster speedometer bertugas serupa. Fungsi dari speedometer dan rpm saat menampilkan gambar, tergantikan oleh layar digital di tengah. Sungguh sebuah fitur yang inovatif dan menyenangkan.

Usai menempel kartu pembayaran tol, pedal akselerator langsung kami injak dinamis. Lonjakan torsi dari mesin diesel commonrail 2.2 liter terasa halus namun presisi untuk terus mendorong kami mencapai kecepatan 100 km/jam. Saat itu mode berkendara yang kami gunakan adalah mode Smart, yaitu mode berkendara pintar yang beradaptasi dari gaya berkendara masing-masing pengendara.

Sepanjang perjalanan menuju bandara, kami mencoba seluruh fitur berkendaranya, kebetulan jalan tol menuju bandara hari itu tidak terlalu sepi. Forward Collision-Avoidance Assist (FCA), Blind-Spot Collision-Avoidance Assist (BCA),  Lane Keeping Assist (LKA) dan Lane Following Assist (LFA) benar-benar membantu pengemudi.

Notifikasi muncul di panel meter cluster saat mobil mendekati kendaraan lain di depan, fitur Forward Collision Assist berfungsi sempurna. Sementara saat ada kendaraan lain mendekat dari kiri dan kanan, notifikasi muncul di masing-masing kaca spion.

Sejumlah radar bekerja menyapu garis marka jalan. Saat mobil bergeser keluar jalur tanpa lampu sein, maka setir terasa melawan. Saat itulah fitur Lane Keeping Assist bekerja. Sedangkan sepanjang berkendara di jalanan dengan garis marka yang tegas, setir akan memandu Anda tetap di jalurnya. Meski begitu tidak disarankan untuk melepas penuh kendali setir dan mempercayakannya pada fitur tersebut.

Lepas urusan di bandara, perjalanan langsung kami lanjutkan ke Bogor. Berhubung ruas jalan tol baru Bandara Soekarno-Hatta, Kunciran Tangerang Selatan sudah dibuka, kami menyempatkan untuk mencobanya.

Jalan tol yang masih sangat sepi dengan hamparan beton memanjang tak terlihat ujungnya membuat kaki penasaran menjajal performanya. Setelah mode berkendara kami ubah ke Sport, pedal akselerator kami benamkan. Torsi sebesar 441 Nm terasa langsung memuntahkan tenaga ke roda depan Hyundai Santa Fe 2.2D CRDi varian Signature yang kami gunakan.

Rasa jambakannya jahat sekali, sehingga tanpa terasa pedal akselerator terus kami benamkan hingga tanpa sadar mencapai kecepatan 220 km/jam. Sesaat setelah kami tersadar akan kecepatan yang sangat melebihi batas, langsung kami reduksi ke 120 km/jam sambil mengelus dada dan geleng-geleng kepala.

Mobil ini punya bobot sekitar 2,5 ton lebih sedikit. 2.510 kg tepatnya. Namun upaya dari mesin diesel 2,2 liter CRDi yang dibenamkan di balik kap mesin Santa Fe seolah bekerja dengan ringan untuk membawanya menembus kecepatan tertinggi.

Crusing di kecepatan 120 km/jam adalah pilihan yang tepat saat itu. Ternyata jalan tol yang dilapisi oleh beton ini tidak semulus yang diduga. Beberapa kali guncangan-guncangan terjadi akibat kontur jalan yang tidak rata antar sambungan. Namun guncangan tersebut dapat diredam oleh ayunan suspensi Hyundai Santa Fe.

Tidak terlalu keras, sehingga isi kabin tidak terlalu berguncang, juga tidak terlalu lembut yang cenderung membuat penumpang mual di jalanan tidak rata. Komposisinya sungguh pas bagi kami. Apalagi kursi pengemudi dan penumpang dapat diubah dengan mudah untuk mencari posisi yang ergononomis dengan pengaturan elektrik. Sangat menunjang kenyamanan saat berkendara.

Oh ya, transmisi dari Hyundai Santa Fe bermesin diesel ini menggunakan model terbaru Smartstream 8 percepatan kopling ganda. Perpindahan giginya sangat cepat dan akurat, serta tidak menimbulkan hentakan di tiap perpindahannya.

Sepanjang perjalanan hingga ke wilayah Bogor betul-betul kami nikmati. Puluhan kilometer yang harus kami tempuh di jalan tol untuk mencapai tujuan kami, kami manfaatkan untuk menguji fitur-fitur berkendaranya seperti Cruise Control. Memang belum mengadopsi fitur Adaptive, namun amat sangat membantu tatkala harus menempuh perjalanan jauh di tol.

Rasa berkendara yang menyenangkan, penuh sensasi seperti ini tidak kami dapatkan dari seterunya di jajaran SUV bermesin diesel. Misalnya seperti duet maut SUV diesel yang begitu laris manis di pasaran, jauh terasa hambar bila disandingkan dengan menu bikinan Korea Selatan ini.

Well, bila Anda adalah seorang penggemar mobil yang mencari sebuah ‘mobil’ SUV karena kenyamanan, kepintaran dan ruang akomodasi , Hyundai Santa Fe layak masuk ke dalam list pertimbangan Anda. Karena SUV model lain yang setara, hanya menjadi sebuah ‘alat transportasi’ belaka yang berkemampuan mengantar Anda dari satu tujuan ke tujuan lain.